Hukum Membaca "Sayyidina" Pada Sholawat Ibrahimiyah Dalam Tasyahud Shalat

Hukum Mengucap "Sayyidina" Pada Sholawat Ibrahimiyah Dalam Tasyahud Shalat
Dakwah.web.id ~ Hukum Mengucapkan "Sayyidina" Sebelum Kata "Muhammad" Pada Sholawat Ibrahimiyyah dalam tasyahhud (tahiyyat). Sudah menjadi ketetapan di dalam hadits yang diriwayatkan dalam shahih Muslim bahwa Rasulullah saw bersabda:

(ﺃﻧﺎ ﺳﻴﺪ ﻭﻟﺪ ﺁﺩﻡ  (ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ
Artinya:
"Aku adalah sayyid (baginda) daripada anak-cucu adam". (HR. Muslim)

Nabi Muhammad SAW merupakan sayyid (baginda) seluruh umat manusia dari zaman Nabi Adam hingga hari kiamat kelak. Bahkan beliau pun merupakan sayyid (baginda) bagi seluruh golongan jin dan malaikat. Allah SWT mencela orang-orang yang menyebut nama baginda Nabi Muhammad secara polos tanpa tatakrama.

Dalam surat An-Nur Allah SWT berfirman:

ﻻ ﺗَﺠْﻌَﻠُﻮﺍ ﺩُﻋَﺎﺀَ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝِ ﺑَﻴْﻨَﻜُﻢْ ﻛَﺪُﻋَﺎﺀِ ﺑَﻌْﻀِﻜُﻢْ ﺑَﻌْﻀًﺎ ﻗَﺪْ ﻳَﻌْﻠَﻢُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺘَﺴَﻠَّﻠُﻮﻥَ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﻟِﻮَﺍﺫًﺍ ﻓَﻠْﻴَﺤْﺬَﺭِ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳُﺨَﺎﻟِﻔُﻮﻥَ ﻋَﻦْ ﺃَﻣْﺮِﻩِ ﺃَﻥْ ﺗُﺼِﻴﺒَﻬُﻢْ ﻓِﺘْﻨَﺔٌ ﺃَﻭْ ﻳُﺼِﻴﺒَﻬُﻢْ ﻋَﺬَﺍﺏٌ ﺃَﻟِﻴﻢٌ
Artinya:
"Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih". (QS. An-Nur: 63)

Begitupun dalam surat Al-Hujarat Allah SWT berfirman:

ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻟَﺎ ﺗَﺮْﻓَﻌُﻮﺍ ﺃَﺻْﻮَﺍﺗَﻜُﻢْ ﻓَﻮْﻕَ ﺻَﻮْﺕِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﺠْﻬَﺮُﻭﺍ ﻟَﻪُ ﺑِﺎﻟْﻘَﻮْﻝِ ﻛَﺠَﻬْﺮِ ﺑَﻌْﻀِﻜُﻢْ ﻟِﺒَﻌْﺾٍ ﺃَﻥ ﺗَﺤْﺒَﻂَ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟُﻜُﻢْ ﻭَﺃَﻧﺘُﻢْ ﻟَﺎ ﺗَﺸْﻌُﺮُﻭﻥَ
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS. Al-Hujurat : 2)

Oleh sebab itu, orang yang menyebut nama baginda Nabi Muhammad saw secara polos tanpa takdzim, semisal "Dia Muhammad" atau "Muhammad telah berkata", maka yang demikian digolongkan sebagai orang yang tidak memiliki adab dan tatakrama.

Adapun penggunaan kata "sayyidina" pada shalawat ibrahimiyyah dalam tahiyyat atau tasyahud ketika shalat maka terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Namun pendapat yang mu'tamad dalam madzhab Syafi'iyyah adalah sunnah membacakannya meskipun tidak ada redaksi dari shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah saw serta para sahabat. Walau demikian, penggunaan kata sayyidina merupakan bagian dari pelaksanaan terhadap apa yang telah diperintahkan dalam hal adab dan tatakrama kepada Baginda Nabi SAW. Sebab adab dan tatakrama dalam hal ini lebih utama daripada meringkas pembacaan shalawat sebagaimana shigat atau redaksi yang terwarid dari Nabi Muhammad saw.

Betapa kita bisa lihat, Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. pernah mundur dari tempat imam shalat ketika Nabi Muhammad SAW datang terlambat untuk mengimami. (Baginda Nabi datang terlambat akibat disibukan oleh urusan mendamaikan pertikaian dua kubu). Pedahal Rasulullah SAW sudah memberi isyarat perintah kepada Sayyidina Abu Bakar untuk tetap berada dalam tempat imam. Namun beliau Abu Bakar Ash-Shiddiq malah mundur dan berkata:

ﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻟِﺎﺑْﻦِ ﺃَﺑِﻲ ﻗُﺤَﺎﻓَﺔَ ﺃَﻥْ ﻳُﺼَﻠِّﻲَ ﺑَﻴْﻦَ ﻳَﺪَﻱْ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢ (ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ
Artinya:
"Tidak ada bagi anak Abi Quhafah untuk shalat di depan Rasulullah SAW" (HR. Mutaffaq 'Alaih)

Oleh karena itu, para ulama kemudian menjadikan landasan dalil dengan kaidah ushul:

ﺳﻠﻮﻙ ﺍﻷﺩﺏ ﺃﻓﻀﻞ ﻣﻦ ﺍﻻﻣﺘﺜﺎﻝ
Artinya:
"Menjalankan adab tatakrama (kepada beliau) lebih utama ketimbang melaksanakan perintah(nya)"

Maka penggunaan kata "sayyidina" merupakan bentuk keinginan dalam menyempurnakan adab dan tatakrama terhadap Baginda Nabi SAW. Terlebih penggunaan kata "sayyidina" tidak merusak sahnya shalat, dalam arti tidak membatalkan shalat. Karena itulah para ulama ahli ilmu memperbolehkan penambahan kata sayyidina ini. Diantara ulama-ulama panutan tersebut adalah:

- Imam Al-Izz bin Abd As-Salam
- Imam Al-Qurafi
- Imam Ar-Ramli
- Imam Jalaluddin Al-Mahali
- Imam Qalyubi
- Imam Asy-Syarqowi
- Imam Al-Hashfaki
- Imam Ibnu Abidin
- Imam An-Nafrawi
- Dan lain-lain.

Simpulannya, penggunaan kata "sayyidina" merupakan sesuatu yang tidak keluar dari apa yang telah disyariatkan. Orang yang membacanya tetap berada dalam keutamaan dengan alasan rasa hormat dalam mengagungkan Baginda Rasulullah saw. Begitu pun bagi orang yang tidak menggunakan "sayyidina", ini pun berada dalam keutamaan dengan alasan ikut pada redaksi sebagaimana yang Rasulullah saw dan sahabat gunakan. Namun demikian, kita semua sepakat bahwa mengagungkan dan mencintai Baginda Rasulullah saw adalah sebuah kewajiban. Hendaknya barisan kita adalah barisan persatuan yang menjungjung tinggi Al-Qur'an dan As-Sunnah. Wallahu a'lam bishowwab)

Kitab-kitab rujukan yang bisa dilihat:
- Mughni Al-Muhtaj (1/384)
" ﻣﻐﻨﻲ ﺍﻟﻤﺤﺘﺎﺝ" ( 1/384 ) ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻧﻘﻞ ﻋﻦ ﻇﺎﻫﺮ ﺍﻟﻤﺬﻫﺐ ﺍﻋﺘﻤﺎﺩ ﻋﺪﻡ ﺍﺳﺘﺤﺒﺎﺏ ﺍﻟﺰﻳﺎﺩﺓ،
- Asna Al-Mathoolib (4/166)
" ﺃﺳﻨﻰ ﺍﻟﻤﻄﺎﻟﺐ" ﻟﺰﻛﺮﻳﺎ ﺍﻷﻧﺼﺎﺭﻱ (4/166)
- Hasyiyyah Tuhfah Al-Muhtaj (2/88)
"ﺣﺎﺷﻴﺔ ﺗﺤﻔﺔ ﺍﻟﻤﺤﺘﺎﺝ " ( 2/88 )
- Al-Mausu'atu Al-Fiqhiyyah (11/346)
" ﺍﻟﻤﻮﺳﻮﻋﺔ ﺍﻟﻔﻘﻬﻴﺔ" ( 11/346 )
- I'anah At-Thalibin (1/201)
ﺇﻋﺎﻧﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ – (1/ 201)
Komentar