Fenomena Takfiri dan Surat Dari Muhammad bin Abdul Wahab

Fenomena Takfiri dan Surat Dari Muhammad bin Abdul Wahab

Dakwah.web.id ~ Pada awal faham Salafi Wahabi berhasil merebut dan menguasai wilayah hijaz (meliputi mekah dan sekitarnya) dari kekhalifahan Turki Utsmani, maka Muhammad bin Abdul Wahab sebagai tokoh utama faham ini mulai melebarkan ajaran-ajaran kewahabiyahan-nya ke berbagai wilayah hingga ke luar jazirah arab. Mereka membuat tulisan berupa surat-surat serta buku-buku keislaman (yang sesuai dengan pemahaman mereka) untuk disebar ke seluruh penjuru dunia.

Mereka menulis berbagai surat berbentuk ajakan masuk agama islam dan dikirim kepada kaum muslimin di berbagai daerah. Mereka (wahabi) memerintahkan kepada para ulama agar melaksanakan amar ma'ruf dan nahyi munkar, serta kepada para pemimpin agar berada dalam naungan islam.

Surat-surat yang dikirim ini merupakan bentuk takfiri (mengkafirkan) terhadap orang-orang muslim yang saat itu mereka anggap sebagai orang-orang kafir dan belum masuk islam. Hal ini karena seluruh kaum muslimin saat itu dianggap sering melaksanakan perbuatan-perbuatan yang menurut mereka adalah perbuatan bid'ah, musyrik, murtad, dan kafir. Sehingga perlu diajak secara paksa dan diwajibkan untuk masuk ke dalam agama islam. Seolah kaum muslimin yang berpegang teguh pada ajaran ahlusunnah wal jama'ah saat itu sebagai kaum diluar islam. Dan ulama-ulamanya tidak pernah melaksanakan amar ma'ruf dan nahyi munkar. Mereka mengancam penyiksaan dan penyerangan apabila tidak mau bergabung bersama mereka di bawah kepemimpinan faham wahabiyah sebagaimana yang mereka tulis dalam surat.

Muhammad bin Abdul Wahab beserta para pengikutnya menggunakan dan mengatasnamakan pribadi Rasulullah SAW dalam surat serta tulisan yang mereka buat untuk para raja dan pemimpin muslim yang mereka ajak masuk dalam ajaran islam. Mereka menulis sebagaimana yang pernah ditulis oleh Rasulullah SAW pada Hiraqla:

ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ ‏» ، ﻣﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺭﺳﻮﻟﻪ ﺇﻟﻰ ﻫﺮﻗﻞ ﻋﻈﻴﻢ ﺍﻟﺮﻭﻡ، ﺳﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﺍﺗﺒﻊ ﺍﻟﻬﺪﻯ ﺃﻣﺎ ﺑﻌﺪ ﻓﺈﻧﻲ ﺃﺩﻋﻮﻙ ﺑﺪﻋﺎﻳﺔ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﺃﺳﻠﻢ ﺗﺴﻠﻢ ﻳﺆﺗﻚ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﺟﺮﻙ ﻣﺮﺗﻴﻦ ﻓﺈﻥ ﺗﻮﻟﻴﺖ ﻋﻠﻴﻚ ﺇﺛﻢ ﺍﻷﺭﻳﺴﻴﻴﻦ – ﺍﻟﺮﻭﻡ

"Bismillahirrahmanirrahim, dari Nabi Muhammad bin Abdillah yang merupakan Rasulullah untuk Hiraqla pembesar negeri Rum. Kesejahteraan bagi orang yang mengikuti hidayah. Amma ba'du.. Sesungguhnya aku mengajakmu dengan ajakan masuk islam. Masuklah pada agama islam maka kamu akan selamat. Allah akan memberikan pahal untukmu dua kali lipat. Namun jika kamu lari, maka bagimu dosa arisiyyin". (Syarah An-Nawawi ala Shahih Muslim)

Sungguh sangat berbeda apa yang ditulis Rasulullah SAW dengan apa yang ditulis oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Bila sebelumnya Rasulullah SAW menulis surat tersebut untuk kaum yang bukan muslim, maka Muhammad bin Abdul Wahab menulis surat tersebut justru untuk kaum muslim yang jelas-jelas sudah mengucapkan dua kalimat syahadat. Yakni persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Namun demikian adanya, Muhammad bin Abdul Wahab dan para pengikutnya menganggap kafir bagi hampir keseluruhan umat muslim saat itu.

Tertulis pula di dalamnya:

ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻴّﻦ ﻟﻨﺎ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﻳﺪ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻮﻫﺎﺏ

"Sesungguhnya Allah memperjelas islam pada kita melalui tangan As-Syaikh Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab" [Kamal Jum'ah/ Intisyar Da'wah Muhammad bin Adul Wahab]


Dalam Tarikh An-Najdi dikutip bahwa Muhammad bin Abdul Wahab dan para pengikutnya sangat keras mengancam serta mereka mengkafirkan orang yang tidak mau mengikuti pemahaman mereka.

ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﻮﺍﻓﻘﻪ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻣﺎ ﻗﺎﻝ ﻭﻳﺸﻬﺪ ﺃﻥ ﺫﻟﻚ ﺣﻖ ﻳﻘﻄﻊ ﺑﻜﻔﺮﻩ، ﻭﻣﻦ ﻭﺍﻓﻘﻪ ﻭﺻﺪﻗﻪ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻣﺎ ﻗﺎﻝ، ﻗﺎﻝ : ﺃﻧﺖ ﻣﻮﺣﺪ

"Barang siapa yang tidak sepakat dalam setiap hal yang telah beliau katakan, dan tidak bersaksi bahwa hal tersebut adalah kebenaran, maka dia harus dibunuh sebab kekafirnnya. Dan barang siapa yang sepakat dan membenarkan dalam setiap yang beliau katakan, maka beliau berkata: "Kamu Muwahhid (bertauhid)". [Ibnu Ghanam / Tarikh An-Najdi]

Dalam Al-Istiqsha li akhbari daul al-Maghribi al-Aqsa disebutkan bahwa: "Muhammad bin Abdul Wahab mengirim surat dan tulisan-tulisannya kepada seluruh penjuru negeri kaum muslimin ahlusunnah wal jama'ah. Ia mengajak kaum muslimin untuk mengikuti madzhab (wahabi)nya yang salah nan bid'ahnya yang tercela." [Ahmad an-Nashiry / al-Istisqa li akhbari daul al-Maghrib al-Aqsa]

Dasar-dasar dari pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab dalam mengkafirkan kaum muslimin adalah dengan menebarkan isu bid'ah dalam bertabarruk kepada para wali dan orang-orang shalih. Pun demikian dengan menziarahi kubur para wali dan orang-orang yang shaleh, Ia menganggap seluruhnya adalah bukti menyekutukan Allah SWT. Maka wajib takfir (menghukimi kafir) bagi mereka. Sebagaimana yang ia tulis dalam bukunya Masalat min Masail al-Jahiliyyah:

"ﻳﺘﻌﺒﺪﻭﻥ ﺑﺈﺷﺮﺍﻙ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ ﻓﻲ ﺩﻋﺎﺀ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻋﺒﺎﺩﺗﻪ، ﻳﺮﻳﺪﻭﻥ ﺷﻔﺎﻋﺘﻬﻢ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ، ﻟﻈﻨﻬﻢ ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﺤﺐ ﺫﻟﻚ ﻭﺇﻥ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ ﻳﺤﺒﻮﻧﻪ ... ﻭﻫﺬﺍ ﺃﻋﻈﻢ ﻣﺴﺄﻟﺔ ﺧﺎﻟﻔﻬﻢ ﻓﻴﻬﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ‏(ﺹ ‏) ﻓﺄﺗﻰ ﺑﺎﻹﺧﻼﺹ، ﻭﺃﺧﺒﺮ ﺃﻧﻪ ﺩﻳﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﺃﺭﺳﻞ ﺑﻪ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻟﺮﺳﻞ، ﻭﺃﻧﻪ ﻻ ﻳُﻘﺒﻞ ﻣﻦ ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ ﺇﻻ ﺍﻟﺨﺎﻟﺺ، ﻭﺃﺧﺒﺮ ﺃﻥ ﻣﻦْ ﻓﻌﻞ ﻣﺎ ﺍﺳﺘﺤﺴﻨﻮﺍ ﻓﻘﺪ ﺣﺮﻡ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﻭﻣﺄﻭﺍﻩ ﺍﻟﻨﺎﺭ. ﻭﻫﺬﻩ ﻫﻲ ﺍﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﻔﺮﻕ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻷﺟﻠﻬﺎ ﺑﻴﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﻭﻛﺎﻓﺮ، ﻭﻋﻨﺪﻫﺎ ﻭﻗﻌﺖ ﺍﻟﻌﺪﺍﻭﺓ، ﻭﻷﺟﻠﻬﺎ ﺷﺮﻉ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺠﻬﺎﺩ " ‏[ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻮﻫﺎﺏ / ﻣﺴﺄﻟﺔ ﻣﻦ ﻣﺴﺎﺋﻞ ﺍﻟﺠﺎﻫﻠﻴﺔ ‏]

"Mereka (muslimin) bersekutu pada orang-orang shalih dalam berdoa dan beribadah kepada Allah SWT. Mereka menghendaki syafa'at orang-orang shaleh kepada Allah SWT. Mereka menyangka bahwa Allah SWT menyukai hal tersebut dan orang-orang shaleh pun menyukainya. Ini adalah masalah terbesar yang bertentangan dengan (ajaran) Rasulullah SAW. Maka lakukan dengan ikhlas dan kabarkan bahwa ini adalah agama Allah yang dibawa oleh para Rasul Allah. Sesungguhnya amal-amal tidak akan diterima kecuali dengan ikhlas. Dan kabarkan, bahwa perbuatan yang mereka anggap baik sungguh Allah haramkan surga terhadapnya, dan tempat kembalinya adalah neraka. Ini adalah permasalahan yang membuat manusia berbeda antara muslim dan kafir. Maka dengan masalah ini timbulah peperangan. Dan karenanya Allah mewajibkan jihad" [Muhammad bin Abdul Wahab / Masalat min Masail al-Jahiliyyah]
***

(Dr. Asyraf As-Shuyuthi)
Komentar